PEMBAHASAN
A. KETUHANAN
DALAM ISLAM
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini
sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha
Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai
Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan
Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul
husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut
mengacu pada Allah, nama Tuhan
Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling
terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman)
dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan
sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang
memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut
ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa
pun. Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui." (QS al-An'am[6]:103)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha
Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada
manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan
memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu
manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”
Islam
mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah
oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi (29:46).
Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim.
B. Konsep
Tuhan
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua:
konsep ketuhanan yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi
sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep
ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat
spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
Konsep ketuhanan berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits
Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Qur'an
(Al-'Alaq [96]:1-5), Tuhan menunjukkan dirinya sebagai
pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal termasuk di antaranya
konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur'an adalah kalam Allah, sehingga
semua keterangan Allah dalam al-Qur'an merupakan "penuturan Allah tentang
diri-Nya."
Selain itu menurut Al-Qur'an sendiri, pengakuan akan
Tuhan telah ada dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A'raf [7]:172).
Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji
keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi
saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah
bahwa manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam
kesulitan, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur'an menegaskan ini
dalam surah Az-Zumar [39]:8 dan surah Luqman [31]:32.
Tuhan Maha Esa
Keesaan
Tuhan atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati
bahwa Allah itu
Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya yang
tunggal dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat yang tidak tampak
dan wahid yang tidak diciptakan. Menurut al-Qur'an:
"Dan
Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia
memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu
(musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang
lain." (al-An'am [6]:133)
Menurut
Vincent J. Cornell, al-Qur'an juga memberikan citra monis Tuhan
dengan menjelaskan realitas-Nya sebagai medan semua yang ada, dengan Tuhan
menjadi sebuah konsep tunggal yang akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang
ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Akhir dan Yang Batin; dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid [57]:3)" Sebagian
Muslim walau begitu, mengkritik intepretasi yang mengacu pada pandangan monis
atas Tuhan sebagai pengkaburan antara Pencipta dan dicipta, dan
ketidakcocokannya dengan monoteisme redikal Islam.
Ketidakmampuan
Tuhan mengimplikasikan ketidakmahakuasaan Tuhan dalam mengatur konsepsi
universal sebagai keuniversalan moral yang logis dan sepantasnya daripada
eksistensial dan kerusakan moral (seperti dalam politeisme). Dalam hal serupa,
al-Qur'an menolak bentuk pemikiran ganda sebagai gagasan dualitas atas Tuhan
dengan menyatakan bahwakebaikan dan kejahatan diturunkan
dari perilaku Tuhan dan bahwa kejahatan menyebabkan tidak adanya daya untuk
menciptakan. Tuhan dalam Islam sifatnya universal daripada tuhan lokal,
kesukuan, atau paroki; zat mutlak yang mengajarkan nilai kebaikan dan melarang
kejahatan.
Tauhid
merupakan pokok bahasan Muslim. Menyamakan Tuhan dengan ciptaan
adalah satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni seperti yang disebutkan
dalam al-Qur'an. Umat Muslim percaya bahwa keseluruhan ajaran Islam
bersandar pada prinsip Tauhid, yaitu percaya "Allah itu Esa,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya." Bahkan tauhid merupakan kosep teoritis
yang harus dilaksanakan karena merupakan syarat mutlak setiap Muslim.
C.
Perbandingan Antar Agama
Beberapa sarjana barat menyatakan
bahwa Muhammad juga menggunakan istilah Allah dalam berkomunikasi dengan pagan
Arab dan Yahudi atau Nasrani untuk menegakkan dasar umum dalam memahami nama
Tuhan, sebuah klaim Gerhard Böwering menyatakan keraguan.
Konsep Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Arab pra-Islam
Ketika membandingkan politeisme Arab
pra-Islam, Tuhan dalam Islam tidak memiliki teman dan sekutu maupun pertalian
antara Tuhan dengan Jin. Arab
pagan pra-Islam bermula dengan adanya berhala yang dibawa ke tanah Arab
oleh 'Amr bin Luhay. Mereka lalu mencampur-adukkan antara monoteisme yang
dibawa Ibrahim dan
paganisme. Mereka percaya takdir yang kabur, kuat, dan tidak dapat
ditawar-tawar melebihi apa yang manusia tidak dapat kendalikan. Paham ini
diganti dengan gagasan Islam Tuhan Yang Maha Pemurah namun Maha Kuasa.
Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Yahudi
Menurut Francis Edwards Peters, "Al-Qur'an menuntut
Muslim untuk beriman, dan sejarawan menyetujui bahwa Muhammad and
pengikutnya menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan Yahudi [lihat
Al-Qur'an Surah Al-'Ankabut[29]:46]. Allah Al-Qur'an adalah Tuhan Pencipta yang
sama yang mengadakan perjanjian dengan Ibrahim".
Peters menyatakan bahwa al-Qur'an menggambarkan Allah lebih kuat dan luas
daripada Yahweh, dan
sebagai Tuhan alam semesta, tidak seperti Yahweh yang hanya lebih dekat pada
orang-orang Israel. Menurut Encyclopedia
Britannica (lihat juga bagian di bawah untuk perbandingan kasih Tuhan
dalam Islam dan Kristen) :
Tuhan,
dikatakan dalam al-Qur'an, “mencintai yang berbuat baik,” dan dua bagian dalam
al-Qur'an mengekspresikan sebuah kasih yang saling mengerti antara Tuhan dan
manusia, namun Yudeo-Kristenmengajarkan “cintai Tuhan dengan
segenap hatimu” tidak dirumuskan dalam Islam. Tekanan ini lebih pada kebebasan
kehendak Tuhan, sehingga setiap orang harus berserah diri. Yang paling utama,
“menyerahkan diri kepada Allah” (Islam) merupakan agama itu sendiri.
Tuhan dalam Islam vs Tuhan dalam Kristen
Islam dengan tegas menolak
kepercayaan Kristen bahwa Tuhan itu tiga pribadi dalam satu hakekat
(lihat Tritunggal). Dalam
konsepsi Islam tentang Tuhan, tidak ada kesetaraan antara Tuhan dan ciptaan.
Kehadiran Tuhan dipercaya ada dimanapun, dan tidak menjelma sebagai siapapun
atau apapun.
Kristen Barat merasa Islam sebagai
agama kafir selama Perang Salib pertama dan kedua. Muhammad dipandang sebagai setan atau tuhan palsu
yang disembah bersama Apollyon dan Termangant dalam trinitas yang tidak
suci. Pandangan tradisional Kristen adalah bahwa Tuhan Muhammad sama
dengan Tuhannya Yesus. Ludovico Marracci (1734), penerima pengakuan dosaPaus Innosensius XI, menyatakan:
Muhammad dan
pengikutnya yang menganggap ortodoks, telah dan melanjutkan untuk memiliki
gagasan Tuhan yang asli dan logis dan sifat-sifat-Nya (selalu mengecualikan dan
menolak Trituggal), muncul sangat jelas dari Qur'an itu sendiri dan seluruh
kepercayaan akan Tuhan Muhammad, sehingga akan membutuhkan banyak waktu untuk
menyangkal yang beranggapan Tuhan Muhammad berbeda dengan Tuhan sejati.
Banyak pesan-pesan dalam Perjanjian Lama mengacu
pada kasih Tuhan. Tema sentral dalam Perjanjian Baru adalah
kasih Tuhan dalam perantaraan Yesus. Dalam Islam, kasih Tuhan muncul dalam
seluruh tanda-tanda dan penciptaan Bumi dimana manusia dapat hidup dalam
kehidupan yang layak.
"Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu,
agar kamu bertakwa;
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,
dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan
itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah [2]:21-22)
Pujian umat Muslim kepada Tuhan yang
paling umum adalah 'Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang'. Dua lainnya dari
"asma'ul husna" Tuhan 'Maha Kasih sayang' (wadud) dan 'Maha
Pemberi' (wahhāb). William Montgomery Watt berpegang bahwa Kristen memiliki
lebih banyak tekanan dalam aturan tingkah laku Tuhan sebagai
penggembala yang pergi mencari domba-domba yang hilang dan menyelamatkannya. Di
sisi lain, Islam menolak sebagian doa bagi siapapun yang telah kafir. Dalam
Islam, Watt mengatakan, Tuhan menyediakan nikmat bagi setiap
golongan untuk mencapai kehidupan kekal (contoh: kehidupan di Surga) dengan
mengirim utusan atau nabi untuk mereka. Islam juga mengembangkan doktrin
perantaraan Muhammad pada Hari Kiamat yang akan menerima mereka dengan baik,
meskipun yang berbuat dosa akan diadili atas dosa-dosa mereka baik di bumi
maupun di neraka.
D. PEMBUKTIAN
WUJUD TUHAN
Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya
yang pelik, tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang
telah menciptakannya, suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah
dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika
harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya
adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak
benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh
karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada
dengan sendirinya tanpa pencipta ?
Banyak sekali ayat yang terkandung dalam
Al-Quran yang menjelaskan tentang keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam
seperti yang terkandung dalam surah Ali-Imran ayat 62 yang artinya
“sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.Tidak ada tihan selain Allah, dan
sungguh Allah MahaPerkasa , Mahabijaksana.
Keesaan
Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Makalah Agama Islam Kelompok 1
Dosen: Ibu Eva
Makalah Agama Islam Kelompok 1
Dosen: Ibu Eva
Annisa (1215121086)
0 komentar:
Posting Komentar